Khamis, 17 Jun 2010

Makna Sebuah Titipan

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku, bahwa :

sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa keretaku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa puteraku hanya titipan Nya...

tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku,
apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justeru terasa berat, ketika titipan itu
diminta kembali oleh-Nya?

Ketika diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan
bahwa itu adalah derita.....

Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang sama dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak kereta,
lebih banyak popularitis,
dan ku tolak sakit,
ku tolak kemiskinan,
seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku.....

Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti
matematik:
aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah jalan tengah,
dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”,
dan menolak keputusanNya yang tak sesuai dengan keinginanku....

Padahal tiap hari kuucapkan,
hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…

“ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”

2 ulasan:

  1. salam zati...lama tk dgr cite...bz ek...pa khbr?
    wah..dh berubah wajah blog zati ni...bersemangat akak tengok...

    BalasPadam
  2. wsalam....xde lah bx mna pun...alhamdulillah sihat2 belaka....
    kita ni nak brdkwah..kena lah smgt kan kak....hehe

    BalasPadam